Tradisi Unik Bali
Membahas BALI sangat tidak mungkin
tidak membahas tradisinya, karena Pulau Dewata ini memang sangat lekat
dengan warisan budaya dan penduduknya dikenal sangat fanatik menjaga
serta melestarikan budaya tersebut.
Tetapi, selain budaya keagamaan ataupun
ritual yang ada, ternyata ada juga beberapa budaya di Bali yang
tergolong unik. Apa saja itu? Yuk kita simak.
TRADISI OMED-MEDAN
Tradisi omed-omedan
ataupun med-medan yang berarti tarik-menarik dalam bahasa Indonesia,
ini diikuti oleh pemuda dan pemudi yang belum menikah, berumur antara
17-30 tahun, med-medan atau tarik-menarik diikuti adegan berciuman
antara satu pemuda dan pemudi.Tradisi ini memang tergolong sangat unik
dan membuat kita penasaran, prosesi ini hanya dirayakan sehari setelah
upacara Nyepi atau pada hari Ngembak Geni, tanggal 1 pada tahun Baru
Caka kalender Bali. Tradisi unik ini dirayakan di desa Sesetan,
Denpasar Selatan, Denpasar. Prosesi omed-omedan ini di mulai dari acara
persembahyangan bersama, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok pemuda dan
pemudi yang saling berhadapan, saling tarik-menarik, berpelukan dan
berciuman ditonton oleh ribuan warga, bagi yang tidak berhasil mencium
pasangannya dihadiahi siraman air sehingga menambah keriuhan suasana.
Jika anda sedang wisata ataupun liburan ke Bali, coba saja saksikan
tradisi unik ini, hanya sekitar 15 menit dengan kendaraan dari bandara.
Sesuatu
yang unik tentunya ada kisah yang melatarbelakanginya. Konon pada saat
itu, ada sebuah kerajaan kecil di wilayah Denpasar Selatan, namanya Puri
Oka, digelar permainan med-medan atau terik menarik antara pemuda dan
pemudi, karena saking gembira dan serunya permainan, acara tarik menarik
berubah menjadi rangkul merangkul, sehingga situasi menjadi gaduh. Raja
yang kala itu sakit mendengar kebisingan ini menjadi marah, dengan
kondisi yang lemah raja keluar melihat warganya,namun melihat adegan
seperti ini, amarah raja hilang dan sakitnya hilang dan pulih seperti
sedia kala, maka dari itu raja mengeluarkan titah, agar upacara ini
dilaksanakan setiap tahunnya yaitu pada hari ngembak geni.
Di tengah kehidupan Kota Denpasar yang
sudah modern, tradisi unik warisan leluhur ini yang diwariskan sekitar
tahun 1900-an masih juga dirayakan sampai sekarang ini. Sesuai dengan
adat Timur yang masih memegang etika, tentunya tidak semua masyarakat
Bali bahkan warga Sesetan yang setuju dengan tradisi ini, tradisi ini
pernah dihentikan, namun Namun, tak lama kemudian, terjadi perkelahian 2
ekor babi di pelataran Pura, yang amat seru dan anehnya keduanya
menghilang begitu saja di tengah perkelahian.Oleh warga setempat,
peristiwa itu dianggap sebagai pertanda buruk. Maka, omed-medan pun
kembali dilangsungkan.
TRADISI PERANG PANDAN
Salah satu desa Bali Aga
yang masih mempertahankan pola hidup secara tradisional ada di
kabupaten paling Timur pulau Bali, yaitu Karangasem, memiliki tradisi
dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan.
Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, lokasinya sekitar 10
km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh
sekitar 90 menit dengan kendaraan bermotor ke arah timur laut dari Ibu
Kota Bali.Sebelum prosesi perang pandan dimulai, warga Tenganan
melakukan ritual berkeliling desa.
Selain tradisi unik perang pandan yang
merupakan warisan budaya leluhur, Desa Tenganan mempunyai hasil karya
seni yang sangat cantik dan indah yaitu kain tenun gringsing yang proses
pembuatanya sangat rumit, dibuat dengan memakan waktu yang cukup lama
dan warna alami dari tumbuhan. Memang Tenganan sampai sekarang masih
mempertahankan tradisi-tradisi yang diwariskan, seperti tata cara kawin
harus sesama warga setempat, besar, bentuk dan letak bangunan serta
pekarangan, juga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang
secara turun-temurun dipertahankan, sehingga Tenganan akan mejadi objek
untuk pengembangan desa wisata.
Prosesi
perang pandan atau mekare-kare di Tenganan merupakan upacara
persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang
merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja
keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang, yang melarang rakyatnya
menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di Tenganan berbeda dengan Agama
Hindhu lainnya di bali, tidak mengenal kasta dan meyakini Dewa Indra
sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk menhormati Dewa
Indra mereka melakukan upacara perang Pandan.
Upacara perang pandan ini, memakai
senjata pandan berduri yang perlambang sebuah gada yang dipakai
berperang, perang berhadapan satu lawan satu dan diikuti oleh para
lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun orang tua. Upacara perang
pandan dirayakan pada bulan ke 5 kalender bali, selama 2 hari, setiap
pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit dilakukan bergilir selama 3
jam, walaupun akhirnya mereka sampai mengeluarkan darah karena
tertancap duri pandan, setelah perang usai mereka bersama-sama membantu
satu dan lainnya mencabuti duri pandan dan meberi obat berupa daun sirih
dan kunyit, sama sekali tidak meninggalkan kesan permusuhan.
No comments:
Post a Comment