Thursday, April 24, 2014

tradisi unik dibali

Tradisi Unik Bali

Membahas BALI sangat tidak mungkin tidak membahas tradisinya, karena Pulau Dewata ini memang sangat lekat dengan warisan budaya dan penduduknya dikenal sangat fanatik menjaga serta melestarikan budaya tersebut.
Tetapi, selain budaya keagamaan ataupun ritual yang ada, ternyata ada juga beberapa budaya di Bali yang tergolong unik. Apa saja itu? Yuk kita simak.

TRADISI OMED-MEDAN

Tradisi omed-omedan ataupun med-medan yang berarti tarik-menarik dalam bahasa Indonesia, ini diikuti oleh pemuda dan pemudi yang belum menikah, berumur antara 17-30 tahun, med-medan atau tarik-menarik diikuti adegan berciuman antara satu pemuda dan pemudi.Tradisi ini memang tergolong sangat unik dan membuat kita penasaran, prosesi ini hanya dirayakan sehari setelah upacara Nyepi atau pada hari Ngembak Geni, tanggal 1 pada tahun Baru Caka kalender Bali. Tradisi unik ini dirayakan di desa Sesetan, Denpasar Selatan, Denpasar. Prosesi omed-omedan ini di mulai dari acara persembahyangan bersama, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok pemuda dan pemudi yang saling berhadapan, saling tarik-menarik, berpelukan dan berciuman ditonton oleh ribuan warga, bagi yang tidak berhasil mencium pasangannya dihadiahi siraman air sehingga menambah keriuhan suasana. Jika anda sedang wisata ataupun liburan ke Bali, coba saja saksikan tradisi unik ini, hanya sekitar 15 menit dengan kendaraan dari bandara.
Sesuatu yang unik tentunya ada kisah yang melatarbelakanginya. Konon pada saat itu, ada sebuah kerajaan kecil di wilayah Denpasar Selatan, namanya Puri Oka, digelar permainan med-medan atau terik menarik antara pemuda dan pemudi, karena saking gembira dan serunya permainan, acara tarik menarik berubah menjadi rangkul merangkul, sehingga situasi menjadi gaduh. Raja yang kala itu sakit mendengar kebisingan ini menjadi marah, dengan kondisi yang lemah raja keluar melihat warganya,namun melihat adegan seperti ini, amarah raja hilang dan sakitnya hilang dan pulih seperti sedia kala, maka dari itu raja mengeluarkan titah, agar upacara ini dilaksanakan setiap tahunnya yaitu pada hari ngembak geni.
Di tengah kehidupan Kota Denpasar yang sudah modern, tradisi unik warisan leluhur ini yang diwariskan sekitar tahun 1900-an masih juga dirayakan sampai sekarang ini. Sesuai dengan adat Timur yang masih memegang etika, tentunya tidak semua masyarakat Bali bahkan warga Sesetan yang setuju dengan tradisi ini, tradisi ini pernah dihentikan, namun Namun, tak lama kemudian, terjadi perkelahian 2 ekor babi di pelataran Pura, yang amat seru dan anehnya keduanya menghilang begitu saja di tengah perkelahian.Oleh warga setempat, peristiwa itu dianggap sebagai pertanda buruk. Maka, omed-medan pun kembali dilangsungkan.

TRADISI PERANG PANDAN

Salah satu desa Bali Aga yang masih mempertahankan pola hidup secara tradisional ada di kabupaten paling Timur pulau Bali, yaitu Karangasem, memiliki tradisi dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan. Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, lokasinya sekitar 10 km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh sekitar 90 menit dengan kendaraan bermotor ke arah timur laut dari Ibu Kota Bali.Sebelum prosesi perang pandan dimulai, warga Tenganan melakukan ritual berkeliling desa.
Selain tradisi unik perang pandan yang merupakan warisan budaya leluhur, Desa Tenganan mempunyai hasil karya seni yang sangat cantik dan indah yaitu kain tenun gringsing yang proses pembuatanya sangat rumit, dibuat dengan memakan waktu yang cukup lama dan warna alami dari tumbuhan. Memang Tenganan sampai sekarang masih mempertahankan tradisi-tradisi yang diwariskan, seperti tata cara kawin harus sesama warga setempat, besar, bentuk dan letak bangunan serta pekarangan, juga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan, sehingga Tenganan akan mejadi objek untuk pengembangan desa wisata.
Prosesi perang pandan atau mekare-kare di Tenganan merupakan upacara persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang, yang melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di Tenganan berbeda dengan Agama Hindhu lainnya di bali, tidak mengenal kasta dan meyakini Dewa Indra sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk menhormati Dewa Indra mereka melakukan upacara perang Pandan.
Upacara perang pandan ini, memakai senjata pandan berduri yang perlambang sebuah gada yang dipakai berperang, perang berhadapan satu lawan satu dan diikuti oleh para lelaki baik itu anak-anak, dewasa maupun orang tua. Upacara perang pandan dirayakan pada bulan ke 5 kalender bali, selama 2 hari, setiap pertarungan berjalan singkat sekitar 1 menit dilakukan bergilir selama 3 jam, walaupun akhirnya mereka sampai mengeluarkan darah karena tertancap duri pandan, setelah perang usai mereka bersama-sama membantu satu dan lainnya mencabuti duri pandan dan meberi obat berupa daun sirih dan kunyit, sama sekali tidak meninggalkan kesan permusuhan.

No comments:

Post a Comment