Wednesday, April 23, 2014

kekasisaran romawi

Kekaisaran Romawi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kekaisaran Romawi
Senatus Populusque Romanus (SPQR)
"Senat dan Rakyat Romawi" [nb 1]
27 SM–476/1453 M


Vexillum dengan aquila dan inisialisme negara Romawi
Wilayah terluas Kekaisaran Romawi pada 117 M.[1]
Ibukota Roma adalah satu-satunya ibukota politik sampai tahun 266 M
Ada beebrapa pusat politik selama masa Tetrarki sementara Romawi terus menjadi ibukota nominal, kebudayaan, dan idologi.
Konstantinus mendirikan ulang kota Konstantinopel sebagai ibukota baru kekaisaran pada tahun.[2]
Mediolanum (Milan) adalah padanan abratnya selama pembagian barat/Timur yang semakin sering. Ibukota Kekaisaran Barat kemudian dipindahkan ke Ravenna.
Bahasa Latin, Yunani
Agama Agama tradisional Romawi, Kultus imperial, Agama Hellenistik (sampai tahun 380)
Kristen
(sejak tahun 380)
Pemerintahan Otokrasi
Kaisar
 -  27 SM–14 M Augustus
 -  378–395 Theodosius I
 -  475–476 / 1449–1453 Romulus Augustus / Konstantinus XI
Badan legislatif Senat Romawi
Era sejarah Antikuitas klasik
 -  Pertempuran Actium 2 September 31 SM
 -  Octavianus menyatakan diri sebagai Augustus 27 SM
 -  Diokletianus membagi administrasi Imperial antara Barat dan Timur 285
 -  Konstantinus Agung menjadikan Konstantinopel ibukota baru Kekaisaran 330
 -  Kematian Theodosius Agung, diikuti oleh pembagian permanen Kekaisaran menjadi paruh barat dan timur 395
 -  Penggulingan Kaisarn Romawi Barat Romulus Augustus/Kejatuhan Konstantinopel * 476/1453 M
Luas
 -  25 SM[3][4] 2.750.000 km² (1.061.781 mil²)
 -  50[3] 4.200.000 km² (1.621.629 mil²)
 -  117[3] 6.500.000 km² (2.509.664 mil²)
 -  390 [3] 4.400.000 km² (1.698.849 mil²)
Populasi
 -  perk. 25 SM[3][4] 56.800.000 
     Kepadatan 20,7 /km²  (53,5 /mil²)
 -  perk. 117[3] 88.000.000 
     Kepadatan 13,5 /km²  (35,1 /mil²)
Mata uang (a) 27 SM – 212 M: 1 aureus emas (1/40 pon emas, didevaluasi menjadi 1/50 pon pada tahun 212) = 25 denarius perang = 100 sestertius perunggu = 400 as tembaga.
(b) 294–312: 1 aureus solidus emas (1/60 pon emas) = 10 'argenteus perak = 40 folles perunggu = 1,000 denarius logam rendah
(c) sejak tahun 312: 1
solidus emas (1/72 pon emas) = 24 siliqua perak = 180 folles perunggu
Sekarang bagian dari
* Peristiwa ini menandai akhir Kekaisaran Romawi Barat (286–476)[5] dan Kekaisaran Romawi Timur (330–1453),.
Kekaisaran Romawi (bahasa Latin: Imperium Romanum) adalah periode pasca-Republik peradaban Romawi kuno, ditandai dengan bentuk pemerintahan otokrasi dan wilayah kekuasaan yang lebih luas di Eropa dan sekitar Mediterania.[6]
Republik Romawi yang betahan selama 500 tahun dan lebih dulu ada, telah melemah dan runtuh melalui beberapa perang saudara.[nb 2] Beberapa peristiwa banyak diajukan sebagai penanda peralihan dari Republik menjadi Kekaisaran, termasuk penunjukan Julius Caesar sebagai diktator seumur hidup (44 SM), Pertempuran Actium (2 September 31 SM), dan pemberian gelar Augustus kepada Octavianus oleh Senat (4 Januari 27 SM).[nb 3]
Pada dua abad pertamanya, Kekaisaran Romawi mengalami kestabilan dan kemakmuran, sehingga periode tersebut dikenal sebagai Pax Romana ("Kedamaian Romawi").[7] Romawi ini mencapai wilayah terluasnya di bawah kaisar Trajanus: pada masa pemerintahannya (98 sampai 117 M) Kekaisaran Romawi menguasai kira-kira 6.5 juta km2[8] permukaan tanah. Pada akhir abad ke-3 M, Romawi menderita krisis yang mengancam keberlangsungannya, namun berhasil disatukan kembali dan distabilkan oleh kaisat Aurelianus dan Diokletianus. Umat Kristen bangkit berkuasa pada abad ke-4 ketika pemerintahan ganda dikembangkan di Barat Latin dan Timur Yunani.
Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada 476 M setelah Romulus Augustus dipaksa untuk menyerah kepada pemimpin Jermanik, Odoaker.[9] Sementara Kekaisaran Romawi Timur terus berlanjut hingga Abad Pertengahan sebagai Kekaisaran Bizantium, yang pada akhirnya runtuh pada tahun 1453 dengan meninggalnya Konstantinus XI dan penaklukan Konstantinopel oleh Turki Utsmaniyah yang dipimpin oleh Mehmed II.[10]
Karena wilayahnya yang luas dan jangka waktunya yang lama, institusi dan kebudayaan Romawi memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan bahasa, agama, arsitektur, filsafat, hukum, dan bentuk pemerintahan di daerah-daerah yang dikuasainya, khususnya di Eropa. Ketika bangsa Eropa melakukan ekspansi ke belahan dunia lainnya, pengaruh Romawi ikut disebarkan ke seluruh dunia.

Sejarah

Romawi telah mulai menganeksasi provinsi-provinsi sejak abad ke-3 SM, empat abad sebelum mencapai jangkauan terluasnya, dan dalam arti tersebut, Romawi sudah menjadi sebuah "kekaisaran" meskipun masih dijalankan sebagai sebuah republik.[11][12][13][14] Provinsi di Republik Romawi dikelola oleh mantan konsul dan praetor, yang dipilih untuk masa jabatan satu tahun dan memperoleh imperium, "hak memimpin".[15] Pengumpulan harta kekayaan oleh sejumlah kecil orang melalui komando atas provinsi merupakan suatu faktor penting dalam peralihan Romawi dari republik menjadi kekaisaran otokrasi.[16][17][18][19] Kelak, posisi kekuasaan yang dipegang oleh kaisar diungkapkan sebagai imperium.[20] Kata imperium dalam bahasa Latin tersebut merupakan asal muasal untuk kata imperium dalam bahasa Indonesia, yang maknanya mulai berpengaruh pada sejarah Romawi selanjutnya.[21]

Pemerintahan

Kaisar

Octavian, dikenal secara meluas sebagai Augustus, adalah kaisar pertama Kekaisaran Romawi.
Kekuasaan Kaisar (atas imperiumnya), paling tidak secara teori, adalah berdasarkan kekuasaannya sebagai Tribunus (potestas tribunicia) dan sebagai Prokonsul Kekaisaran (imperium proconsulare).[22] Secara teori, kekuasaan Tribunus (sebagaimana sebelumnya kekuasaan Tribunus Pleb di masa Republik Romawi) membuat seorang Kaisar dan jabatannya menjadi tak dapat dipersalahkan (sacrosanctus), dan memberikan Kaisar kekuasaan untuk mengatur pemerintahan Romawi, termasuk kekuasaan untuk mengepalai dan mengontrol Senat.[23]
Kekuasaan Prokonsul Kekaisaran (sebagaimana sebelumnya kekuasaan gubernur militer, atau prokonsul, di masa Republik Romawi) memberinya wewenang atas tentara Romawi. Ia juga mendapat kekuasaan yang di masa Republik merupakan hak dari Senat dan Majelis Romawi, antara lain termasuk hak untuk menyatakan perang, meratifikasi perjanjian, dan bernegosiasi dengan para pemimpin asing.[24]
Kaisar juga memiliki kewenangan untuk melaksanakan berbagai tugas yang sebelumnya dilakukan oleh para Censor, termasuk kekuasaan untuk mengatur keanggotaan Senat.[25] Selain itu, Kaisar juga mengendalikan lembaga keagamaan, karena sebagai kaisar ia adalah Pontifex Maximus dan merupakan salah satu anggota pimpinan dari keempat lembaga keagamaan Romawi. Perbedaan-perbedaan wewenang tersebut meskipun jelas di masa awal Kekaisaran, akhirnya mengabur dan kekuasaan Kaisar menjadi kurang konstitusional dan semakin monarkis.[26]

No comments:

Post a Comment